“Alat-alat ini sangat kami butuhkan untuk meningkatkan produksi pertanian di Desa Wae Mowol,” tambahnya.
Fabianus menegaskan bahwa daun bawang, yang di Jawa dikenal sebagai prei, memiliki potensi besar di Manggarai Barat, terutama di daerah pegunungan.
“Di sini tanaman ini bebas dari ancaman hama seperti monyet, babi hutan, atau landak. Satu-satunya tantangan adalah serangan serangga dan intensitas hujan yang terlalu tinggi, yang bisa menyebabkan gagal panen,” jelasnya.
Ia juga menyoroti peluang pasar yang menjanjikan untuk daun bawang di Labuan Bajo.
“Pasar di sini sangat potensial. Kami terus mendorong warga untuk menanam daun bawang karena pasarnya jelas. Sayur dan buah di Labuan Bajo kebanyakan didatangkan dari luar Manggarai Barat, tetapi daun bawang tidak bisa bertahan lama dalam perjalanan jauh. Itulah kenapa kami merekomendasikan petani di sini untuk membudidayakannya,” ungkap Fabianus.
Terkait kebutuhan pupuk, ia menyebutkan bahwa selama ini mereka mengambil pupuk dari peternakan ayam pedaging dan ayam petelur di Labuan Bajo.
“Di sini kami kesulitan mendapatkan pupuk yang cocok. Kami hanya memiliki pupuk dari kotoran kambing. Kami juga tidak menggunakan pupuk dari kotoran babi karena kami ingin memastikan produk kami bisa diterima oleh semua kalangan, termasuk yang memiliki batasan konsumsi tertentu,” tutupnya.
Dengan pemanfaatan lahan yang lebih optimal dan dukungan dari pemerintah, diharapkan budidaya daun bawang dan jahe gajah di Desa Wae Mowol dapat terus berkembang, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. **
Tetap Terhubung Dengan Kami:
Ikuti Kami
Subscribe
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.









