Yang menjadi sorotan penting, menurut saksi, lokasi tanah ayahnya berada di wilayah Sai Bajak Sita. Sementara dalam Surat Jual Beli, objek tanah disebutkan berada di Desa Golo Bilas.
Menanggapi hal tersebut, Penggugat menilai adanya ketidaksesuaian mendasar.
“Keterangan saksi fakta yang menyebut lokasi berbeda dengan yang tertulis dalam Surat Jual Beli menunjukkan bahwa kesepakatan mengenai objek tanah tidak jelas atau bahkan salah,” tegas Lelo.
Ia menambahkan bahwa tanah merupakan objek hukum yang unik dan tidak dapat disamakan tanpa identifikasi lokasi yang spesifik.
“Tanpa penentuan lokasi yang jelas—mulai dari lingko, dusun, hingga patok batas—tanah sulit dibedakan dengan bidang tanah lainnya,” ujarnya.
Saksi juga tidak dapat memastikan kapan Sani Hamali menjabat sebagai Tua Golo Capi. Padahal, menurut Penggugat, Tua Golo Capi Hamali telah aktif melakukan musyawarah adat penataan dan pembagian tanah sejak tahun 1980.
“Surat Jual Beli tidak mencantumkan Tua Golo Capi Hamali yang sedang aktif saat itu sebagai saksi. Padahal kehadiran Tua Golo Capi penting untuk memastikan apakah tanah tersebut memang sah dibagi kepada pihak yang bukan warga persekutuan adat,” jelas Lelo.
Ia juga menyoroti nilai ekonomis tanah yang tergolong besar pada masa itu.
“Lahan sawah tadah hujan seluas 16.000 meter persegi yang terletak di Jalan Raya Ruteng–Labuan Bajo pada tahun 1990-an, dengan kondisi jalan yang masih buruk dan fasilitas transportasi terbatas, patut dipertanyakan rasionalitas jual belinya,” tambahnya.
Dalam persidangan, saksi menerangkan bahwa batas timur tanah ayahnya adalah Kali Mati, yang saat ini terletak di sebelah timur SPBU Merombok.
Namun dalam Surat Jual Beli, batas timur disebutkan berbatasan dengan tanah Paulus Parung.
Saksi juga mengaku tidak mengetahui secara pasti batas utara dan barat tanah ayahnya, meskipun dalam Surat Jual Beli keduanya disebut berbatasan dengan Tanah Umum Desa.
Terkait rekon (rekonstruksi) batas tanah pada tahun 2023, saksi menyatakan ikut hadir dalam kegiatan tersebut dan mengetahui adanya perubahan batas.
Namun, ia mengaku tidak pernah melihat berita acara hasil rekon dan hanya mengetahui batas-batas baru berdasarkan cerita pihak lain yang tidak ia kenal.
Penggugat kemudian merinci batas-batas tanah hasil rekon 2023, yakni: sebelah utara berbatasan dengan Haji Radja, selatan dengan Jalan Raya Ruteng–Labuan Bajo, timur dengan Longginus Sayang, barat depan dengan Maria Goreti Erlin Gunawan, dan barat belakang dengan Kornelis Kokeng.
“Jika diukur sepanjang 80 meter di sisi selatan dari Kali Mati hingga batas barat, tanah itu tepat berbatasan dengan SHM Nomor 150 Tahun 2007 milik Maria Goretti Erlin Gunawan,” jelas Lelo.
“Begitu juga pada sisi utara, ukurannya berbatasan langsung dengan SHM Nomor 151 Tahun 2007 milik Cornelius Kokeng Huwa,” pungkasnya.
Sidang perkara ini masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi dan pembuktian lanjutan. **
Tetap Terhubung Dengan Kami:
Ikuti Kami
Subscribe
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.









