“Dengan batas-batas fisik tersebut, fakta hukumnya menunjukkan bahwa tanah milik Tergugat I berada di seluruh area SPBU Merombok dan pekarangan belakang SPBU, yakni di sebelah timur objek sengketa. Bukan di objek sengketa aquo,” tegas Ferdi.
Kali Mati Sebagai Batas Tetap
Lebih lanjut, saksi menerangkan bahwa batas timur tanah milik Stefanus Nabu adalah Kali Mati, yang hingga kini tetap berada di sebelah timur SPBU Merombok.
“Kali Mati adalah batas yang tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang. Ini menjadi patokan utama dalam menentukan ukuran tanah di setiap Surat Jual Beli, mulai dari penjual awal Stefanus Nabu hingga penjual terakhir Tergugat II,” jelas Ferdi.
Ia memaparkan ukuran tanah berdasarkan dokumen jual beli, mulai dari Surat Jual Beli Stefanus Nabu dengan Asis (Tergugat III) tertanggal 31 Mei 1990 seluas 16.000 meter persegi, kemudian menyusut menjadi 12.000 meter persegi dalam jual beli antara Tergugat III dan Tergugat II pada 6 Juni 1990, hingga tercatat 12.260 meter persegi dalam AJB antara Tergugat II dan Tergugat I pada 14 September 2011.
“Jika ditarik 80 meter dari Kali Mati ke arah barat sepanjang Jalan Raya Ruteng–Labuan Bajo, titik akhirnya tepat berbatasan dengan Maria Goreti Erlin Gunawan. Begitu juga jika ditarik 80 meter ke arah barat sepanjang tanah Haji Radja, akan berbatasan dengan Kornelis Kokeng,” ujar Lelo yang didampingi kuasa hukumnya.
Ia menegaskan, berdasarkan simulasi ukuran tersebut, tanah bersertifikat milik Tergugat I secara fakta berada di area SPBU Merombok dan bukan di objek sengketa.
AJB Tanpa Batas Fisik Dipersoalkan
Dalam fakta persidangan berdasarkan bukti surat, terungkap bahwa Tergugat I memperoleh tanah melalui AJB Nomor 200/JB/KK/IX/2011 yang dibuat di hadapan PPAT Idris Ebang pada 14 September 2011.
“AJB tersebut hanya mencantumkan luas tanah 12.260 meter persegi tanpa menyebutkan batas-batas fisik tanah. Ini melanggar prinsip ‘suatu hal tertentu’ sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata,” tegas Ferdi.
Menurutnya, pencantuman batas-batas tanah merupakan syarat formal AJB. Tanpa batas fisik yang jelas, status kepemilikan tidak dapat diverifikasi secara hukum.
“Oleh karena itu, AJB tersebut tidak sah dijadikan dasar untuk proses balik nama sertifikat ke atas nama Tergugat I,” lanjutnya.
Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan
Selain itu, Ferdi juga mengungkap dugaan pemalsuan tanda tangan dalam Surat Jual Beli antara Tergugat III dan Tergugat II tertanggal 6 Juni 1990.
“Tanda tangan Tua Golo Capi Hamali yang tercantum dalam surat tersebut patut diduga palsu. Sebab, beliau dikenal selalu menggunakan cap jempol karena tidak bisa baca tulis,” ujar Lelo.
Menurutnya, aparat penegak hukum tidak perlu menunggu hasil forensik untuk menilai kejanggalan tersebut, karena kebiasaan Tua Golo Capi Hamali menggunakan cap jempol sudah diketahui secara umum.
Sidang perkara ini akan kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan lanjutan sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Majelis Hakim. **
Tetap Terhubung Dengan Kami:
Ikuti Kami
Subscribe
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.









