MANOKWARI, NTTNEWS.NET – Raja Ampat, sebuah gugusan kepulauan menakjubkan di Papua Barat Daya, kembali menjadi sorotan publik nasional dan internasional.
Bukan karena keindahannya yang memesona, melainkan karena ancaman nyata dari aktivitas pertambangan nikel yang mengancam ekosistem dan budaya setempat.
Melalui akun Facebook pribadinya @Yohanes Giyai, tokoh masyarakat Papua, Yohanes Giyai, mengangkat suara keras menolak aktivitas tambang di kawasan Raja Ampat.
“Ini bukan wilayah biasa, ini lautan dunia yang diakui UNESCO sebagai Global Geopark, yang memiliki 610 pulau dan menyimpan 75 persen spesies lautan dunia. Apakah kita hanya melihatnya dihancurkan?” tulis Yohanes Giyai dalam unggahannya.
Ia menyebut Raja Ampat sebagai “surga dunia”, yang kini dalam ancaman akibat eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak ekologis dan sosial.
Yohanes menegaskan bahwa pengembangan Daerah Otonomi Baru (DOB) bukanlah jalan keluar, melainkan menjadi celah masuk bagi kepentingan luar yang justru melemahkan kedaulatan masyarakat Papua atas tanah dan laut mereka sendiri.

“Ini bukti nyata, kita telah dihancurkan melalui pengembangan DOB oleh penguasa Indonesia. Kini, menjadi kesempatan bagi mereka dari luar Papua untuk mengendalikannya,” tegasnya.
Seruan yang disampaikan Yohanes mendapat dukungan luas dari masyarakat adat, aktivis lingkungan, serta akademisi yang peduli pada keberlanjutan kawasan Raja Ampat.
Mereka menuntut penutupan total tambang nikel yang beroperasi di wilayah tersebut, bukan sekadar penangguhan sementara.
“Jangan biarkan Raja Ampat berubah seperti ilustrasi kehancuran yang kita lihat. Kawal sampai tambang tutup total. Tolak tutup sementara dan segera hentikan industri tambang nikel di Raja Ampat,” lanjut Yohanes.
Raja Ampat: Napas Kehidupan yang Terancam
Tetap Terhubung Dengan Kami:
Ikuti Kami
Subscribe
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.









