Jeritan Buruh dan Subkontraktor Labuan Bajo: Proyek Selesai, Pembayaran Mangkrak

  • Bagikan
IMG 20250508 213246
Proyek Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berupa Pelaksanaan Konstruksi Akses Masuk Kawasan Otorita Parapuar di Nusa Tenggara Timur Rp 2,9 miliar. (foto : isth).

LABUAN BAJO, NTTNEWS.NET – Jeritan para buruh dan subkontraktor lokal di Labuan Bajo kembali membongkar persoalan dalam pelaksanaan proyek-proyek strategis nasional dengan pagu anggaran Rp2,9 Miliar yang mangkrak pembayaran.

Meski Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) mengklaim telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada kontraktor utama, para pekerja lokal mengaku belum menerima sepeser pun atas pekerjaan yang telah mereka tuntaskan.

Dalam keterangan resminya dilansir infotimur.id, BPOLBF menyatakan telah melunasi seluruh termin pembayaran kepada PT Cipta Jaya Piranti selaku kontraktor utama.

“Kami sudah menyelesaikan tiga termin pembayaran. Termin terakhir dilakukan pada 24 Maret 2025. Artinya, secara administrasi, tanggung jawab kami sudah selesai,” tulis pernyataan BPOLBF.

BPOLBF juga menyebut telah memfasilitasi mediasi antara kontraktor dan subkontraktor pada 25 Maret lalu. Namun, upaya itu gagal membuahkan hasil.

Bahkan, BPOLBF mengaku telah melayangkan teguran keras kepada PT Cipta Jaya Piranti agar segera menyelesaikan pembayaran kepada subkontraktor.

Namun pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari Ketua Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI), Rafael Taher, yang menilai BPOLBF telah lepas tangan.

“Kalau anda punya proyek, punya perencanaan, berarti anda juga harus punya tanggung jawab. Jangan cuma bilang sudah bayar ke kontraktor utama lalu cuci tangan,” tegas Rafael dalam sambungan telepon.

Menurutnya, proyek yang berdiri di atas aset negara dan dikelola langsung oleh BPOLBF, semestinya menjamin keadilan bagi seluruh pihak, termasuk para subkontraktor lokal.

Baca Juga :  Kerja Keras Panitia dan Teknisi Antar TKA 2025 SMK Stella Maris Berjalan Tanpa Kendala

“Saya sudah bayar cash ke kontraktor di Jakarta. Tapi subkon lokal belum dibayar. Bagaimana bisa? Ini jelas tidak adil!,” ujarnya.

Rafael mengungkapkan, total tunggakan kepada subkontraktor lokal mencapai antara Rp200 juta hingga Rp300 juta.

Ia mendesak BPOLBF untuk bertindak lebih aktif, bahkan jika perlu mengambil alih pembayaran secara langsung.

“Kalau perlu, jual aja aset PT Cipta Jaya Piranti. Ekskavator, motor grader, lelang saja! Uangnya untuk bayar subkontraktor. Ini bukan ancaman, ini hak!, ” Tegasnya.

Lebih jauh, Rafael memperingatkan bahwa jika persoalan ini dibiarkan, potensi konflik terbuka bisa meledak. Ia bahkan menyinggung adanya dugaan intimidasi terhadap pihak-pihak yang menuntut haknya.

“Jangan sampai ada orang dibunuh hanya karena menagih bayaran. Kita ini negara hukum! Salah satu subkon masih di Jakarta menagih pembayaran-ini bahaya jika terus diabaikan,” ujarnya dengan nada tinggi.

Tak hanya itu, ia juga menyebut kemungkinan adanya aksi penyegelan terhadap proyek maupun kantor BPOLBF jika tuntutan tidak dipenuhi.

“Kalau BPOLBF tak bisa bayar, minimal jadi mediator yang serius. Kalau tidak, jangan salahkan kami jika menyegel kantor BPOLBF!,” ancamnya.

Kisah Ferdy: 22 Hari di Jakarta, Tak Ada Uang Makan, Tak Ada Kepastian

Di tengah kisruh ini, muncul kisah miris dari salah satu pekerja lokal, Ferdy. Ia datang ke Jakarta atas panggilan PT Cipta Jaya Piranti, berharap ada kejelasan soal pembayaran. Namun, harapannya pupus setelah 22 hari tanpa kepastian.

Baca Juga :  DPD NasDem Mabar Sampaikan Hak Jawab Soal Kantor, LPPDM Tetap Laporkan Dugaan Korupsi Dana Banpol ke Polres

“Mereka bilang uang masih diblokir. Tapi saya tanya kapan cair, tidak ada jawaban. Pak Husen cuma bilang ‘sedang proses’, terus begitu,” ujar Ferdy lewat WhatsApp, Selasa (6/5/2025).

Janji perusahaan untuk menanggung tiket dan akomodasi pun hanya tinggal omong kosong. Ferdy harus menanggung sendiri kebutuhan hidupnya selama di Jakarta, tanpa bantuan apa pun.

“Mereka janji akan tanggung tiket dan hotel. Tapi sampai sekarang tidak ada bantuan. Saya makan seadanya,” katanya dengan suara lirih.

Tak hanya Ferdy, sejumlah subkontraktor lainnya juga belum menerima pembayaran meski telah mengerahkan alat berat seperti ekskavator, grader, dan vibro.

“Kami sudah kerja keras. Tapi tidak dihargai. Ini bukan cuma soal uang saya, banyak subkontraktor lain juga mengalami hal yang sama,” imbuhnya.

Tanggung Jawab Siapa?

Proyek ini merupakan bagian dari pengembangan kawasan wisata prioritas nasional di Labuan Bajo yang dikelola oleh BPOLBF.

Namun, kisruh pembayaran ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas pengawasan dan tanggung jawab BPOLBF selaku pemilik proyek.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan lanjutan dari BPOLBF maupun PT Cipta Jaya Piranti terkait tuntutan para buruh dan subkontraktor lokal.

Polemik ini pun masih menggantung, menyisakan ketidakpastian bagi mereka yang telah bekerja namun belum dihargai sebagaimana mestinya. **

  • Bagikan